(7) Wasiat-Wasiat Generasi Salaf


(7) Wasiat-Wasiat Generasi Salaf

Oleh
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsari

GENERASI SALAF SEBAGAI GENERASI PILIHAN
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya:

وَالسَّابِقُونَ اْلأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga, di bawahnya banyak sungai mengalir; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. [At-Taubah : 100]

Dalam ayat di atas Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi pujian kepada para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan. Merekalah generasi terbaik yang dipilih oleh Allah sebagai pendamping nabi-Nya dalam mengemban risalah ilahi. Baca lebih lanjut

(6) Berapa Sih Jumlah Rakaat Shalat Tarawih Itu??


(6) Berapa Sih Jumlah Rakaat Shalat Tarawih Itu??

HALAT TARAWIH NABI DAN SALAFUSH SHALIH

Shalat tarawih adalah bagian dari shalat nafilah (tathawwu’). Mengerjakannya disunnahkan secara berjama’ah pada bulan Ramadhan, dan sunnah muakkadah. Disebut tarawih, karena setiap selesai dari empat rakaat, para jama’ah duduk untuk istirahat.

Tarawih adalah bentuk jama’ dari tarwihah. Menurut bahasa berarti jalsah (duduk). Kemudian duduk pada bulan Ramadhan setelah selesai dari empat raka’at disebut tarwihah; karena dengan duduk itu, orang-orang bisa istirahat dari lamanya melaksanakan qiyam Ramadhan.

Bahkan para salaf bertumpu pada tongkat, karena terlalu lamanya berdiri. Dari situ,kemudian setiap empat raka’at, disebut tarwihah, dan kesemuanya disebut tarawih secara majaz.

Aisyah ditanya: “Bagaimana shalat Rasul pada bulan Ramadhan?” Dia menjawab, “Beliau tidak pemah menambah -di Ramadhan atau di luarnya- lebih dari 11 raka’at. Beliau shalat empat rakaat, maka jangan ditanya tentang bagusnya dan lamanya. Kemudian beliau shalat 3 raka’at.” (HR Bukhari).

Kata “kemudian”, adalah kata penghubung yang memberikan makna berurutan, dan adanya jeda waktu.

Rasulullah shalat empat raka’at dengan dua kali salam, kemudian beristirahat. Hal ini berdasarkan keterangan Aisyah, “Adalah Rasulullah melakukan shalat pada waktu setelah selesainya shalat Isya’, hingga waktu fajar, sebanyak 11 raka’at, mengucapkan salam pada setiap dua raka’at, dan melakukan witir dengan saturaka’at.” (HR Muslim).

Juga berdasarkan keterangan Ibn Umar, bahwa seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah,bagaimana shalat malam itu?” Beliau menjawab, “Yaitu dua raka’at-dua raka’at, maka apabila kamu khawatir (masuk waktu) shubuh, berwitirlah dengan satu raka’at. (HR Bukhari).

Dalam hadits Ibn Umar yang lain disebutkan: ”Shalat malam dan siang dua raka’at-dua raka’at”. (HR Ibn Abi Syaibah).(Ash Shalah, 309; At Tamhid, 5/251; Al Hawadits, 140-143; Fathul Bari, 4/250; Al Ijabat Al Bahiyyah,18; Al Muntaqa,4/49-51)

1 Fadhilah Shalat Tarawih

1.1 Hadits Abu Hurairah:

“Barang siapa melakukan qiyam (lail) pada bulan Ramadhan, karena iman dan mencari pahala, maka diampuni untuknya apa yang telah lalu dari dosanya.”

Maksud qiyam Ramadhan, secara khusus, menurut Imam Nawawi adalah shalat tarawih. Hadits ini memberitahukan, bahwa shalat tarawih itu bisa mendatangkan maghfirah dan bisa menggugurkan semua dosa; tetapi dengan syarat karena bermotifkan iman; membenarkan pahala-pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala tersebut dari Allah. Bukan karena riya’ atau sekedar adat kebiasaan. (Fathul Bari 4/251; Tanbihul Ghafilin 357-458; Majalis Ramadhan, 58; AtTamhid, 3/320; AI Ijabat Al Bahiyyah,6)

Hadits ini dipahami oleh para salafush shaalih, termasuk oleh Abu Hurairah sebagai anjuran yang kuat dari Rasulullah untuk melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih, tahajud, dan lain-lain). (At Tamhid, 3/311-317: Sunan Abi Daud,166.)

1.2 Hadits Abdurrahman bin Auf

“Sesungguhnya Ramadhan adalah bulan dimana Allah mewajibkan puasanya, dan sesungguhnya aku menyunnahkan qiyamnya untuk orang-orang Islam. Maka barang siapa berpuasa Ramadhan dan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka ia (pasti) keluar dari dosa-dosanya sebagaimana pada hari ia dilahirkan oleh ibunya.(HR : Ahmad, Ibnu Majah. Al Bazzar, Abu Ya’la dan Abdur Razzaqmeriwayatkannya dari Abu Hurairah.) Baca lebih lanjut

(5) ADAKAH JADWAL IMSAKIYAH DALAM ISLAM ? : Inilah 4 Dampak Negatif Akibat Seruan Imsak (Batas Akhir Makan Sahur)


(5) ADAKAH JADWAL IMSAKIYAH DALAM ISLAM ? : Inilah 4 Dampak Negatif Akibat Seruan Imsak (Batas Akhir Makan Sahur)

DAMPAK SERUAN ‘IMSAK’

Penulis Al-Ustadz Abu Utsman Kharisman

Saudaraku kaum muslimin, semoga Allah Subhaanahu wa Ta’ala senantiasa merahmati kita semua…

Di saat kaum muslimin sedang berupaya mendekatkan diri kepada Allah di bulan Ramadlan dengan berbagai aktivitas ibadah, terdapat beberapa orang yang berusaha menebarkan fitnah terhadap para Ulama’ Ahlussunnah yang mereka sebut dengan istilah wahaby. Dalam suatu blog penentang dakwah Ahlussunnah terdapat tulisan yang berjudul: ‘Fitnah dan Bid’ah Wahaby (Salafy Palsu) di Bulan Ramadhan (2) : dalil Waktu sahur dan Imsyak’. Tulisan tersebut berisi hasutan untuk membenci para Ulama’ Ahlussunnah yang mereka istilahkan dengan wahaby dengan mengesankan bahwa para Ulama tersebut ‘Mensyariatkan  Makan Sahur sampai mendekati waktu iqamat shalat subuh dengan dalih mengakhirkan sahur’.

Sungguh suatu kedustaan jika tuduhan itu dialamatkan pada para Ulama’ Ahlussunnah semisal Syaikh Muhammad Amien Asy-Syinqithy, Syaikh Bin Baaz, Syaikh Abdurrahman As-Sa’di,  Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin, dan para ulama’ Ahlussunnah lainnya. Silakan disimak ceramah-ceramah para Ulama tersebut, kaji kitab-kitab yang mereka tulis, niscaya kita akan mendapati mereka berdakwah di atas ilmu dan berdasar manhaj Nabi dan para Sahabatnya. Tidaklah mereka berdalil kecuali dengan AlQur’an dan AsSunnah yang shahihah dengan pemahaman para Sahabat Nabi. Baca lebih lanjut

(4) Jika Persaksian Hilal Ditolak dalam Sidang Itsbat


(4) Jika Persaksian Hilal Ditolak dalam Sidang Itsbat

Oleh : al- ustadz Muhammad Abduh Tuasikal

Satu kasus yang sering terjadi ketika pemutusan kapan berhari raya dan memulai puasa. Di sebagian tempat ternyata melihat hilal seperti yang sering terjadi di daerah Cakung, namun di daerah lain bahkan mayoritasnya tidak tampak. Bagaimana jika ada yang melihat hilal, apakah ia tetap boleh berpuasa atau berhari raya? Ataukah ia tidak boleh terang-terangan dalam hal tersebut?

Mengenai seseorang yang melihat hilal kemudian tertolak pendapatnya, para ulama dalam permasalahan ini ada perbedaan pendapat apakah ia boleh tetap puasa atau berhari raya. Ada tiga pendapat dalam masalah ini:

Pertama: Orang yang melihat hilal boleh berpuasa atau berhari raya namun secara sembunyi-sembunyi (tidak terang-terangan) agar tidak menyelisihi jama’ah kaum muslimin. Demikian pendapat Imam Syafi’i, salah satu pendapat dari Imam Ahmad dan menjadi pendapat Ibnu Hazm. Karena Allah Ta’ala berfirman,

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

Karena itu, barangsiapa yang menyaksikan hilal, maka berpuasalah” (QS. Al Baqarah: 185). Baca lebih lanjut

(3)BID’AH-BID’AH PUASA DAN SHALAT TARAWIH DI BULAN RAMADHAN


(3) BID’AH-BID’AH PUASA DAN SHALAT TARAWIH DI BULAN RAMADHAN

BID’AH-BID’AH PUASA DAN SHALAT TARAWIH DI BULAN RAMADHAN

Oleh :

Syeikh Salim bin Ied al-Hilali

Puasa di bulan Ramadhan mempunyai kedudukan yang utama dan tempat yang mulia dalam Islam. Bagi orang yang berpuasa karena iman dan ihtisab (mengharapkan pahala), Allah sendirilah yang mengetahui akan pahala, keutamaan dan kenikmatannya. Akan tetapi pahala puasa itu berbeda-beda, bertambah atau berkurang sesuai dengan dekat atau jauhnya seseorang dalam melaksanakan ibadah puasa dari sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Oleh sebab itu, merupakan suatu keharusan untuk mengingatkan saudara-saudara kita yang berpuasa, beberapa hal yang (sering dilakukan namun) tidak ada petunjuknya dari nabi, yang mana hal ini merupakan perkara bid’ah dan perkara yang diada-adakan. Kami di sini akan menyebutkannya sesuai dengan urutan hari dan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala-lah kita memohon pertolongan. Baca lebih lanjut

(2) Sambutlah Bulan Ramadhan Dengan Taqwa Dan Taubat Yang Benar


(2) Sambutlah Bulan Ramadhan Dengan Taqwa Dan Taubat Yang Benar

asehat Syaikh Bin Baz Rahimahullah [1]

Bulan yang sangat kita rindukan kedatangannya sebentar lagi akan datang. Ya, bulan Ramadhan, bulan penuh barakah, bulan yang memiliki banyak keutamaan. Sebagai seorang Muslim, tentu kita sudah mulai mempersiapkan diri untuk menyongsong tamu agung itu. Kita mestinya sudah mulai menyiapkan diri kita agar bisa memaksimalkan momen istimewa ini untuk memperbaiki diri dan menyiapkan bekal keidupan akhirat. Kita tentu tidak ingin momen berharga ini lewat begitu saja. Alangkah ruginya dan alangkah ruginya, jika itu terjadi. Sebab belum tentu kita bisa menjumpai Ramadhan berikutnya dalam keadaan hidup. Betapa banyak orang yang hidup disekitar kita pada bulan Ramadhan tahun lalu, tapi kini mereka sudah tidak ada lagi, tidak ada lagi kesempatan mereka untuk memperbaiki diri dan memperbanyak bekal akhirat. Jangankan menunggu satu tahun, bulan Ramadhan yang tinggal beberapa hari ini pun belum tentu kita gapai. Ya, Allah, hanya kepada-Mu kami memohon, panjangkanlah usia kami sehingga bisa beribadah kepada-Mu di bulan Ramadhan ini.

Berkenaan dengan bulan Ramadhan ini, kami menyajikan kehadapan para pembaca nasehat Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Abdirrahman bin Baz rahimahullah. Nasehat ini beliau sampaikan ketika beliau rahimahullah diminta untuk itu menjelang kedatangan bulan Ramadhan. Akhirnya, kami berharap semoga nasehat ini bisa bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi kaum Muslimin umumnya. Berikut adalah nasehat beliau rahimahullah. Baca lebih lanjut

(1) Kuburan Di Musim Jelang Ramadhan


(1) Kuburan Di Musim Jelang Ramadhan
Kuburan-kuburan yang dikeramatkan dari orang-orang yang disebut wali, pada hari-hari atau bulan-bulan tertentu, akan menjadi ramai dikunjungi orang dari berbagai daerah, termasuk pada saat menjelang Ramadhan. Masjid-masjid Allâh akan kalah ramai jika musim itu datang. Suasana di dalam lingkungan tanah pekuburan terasa lain, baik siang atau malam, berbau mistik. Ada yang tadarrus al-Qur’ân, ada yang mengusap-usap nisan, ada yang melantunkan doa-doa dan ada yang menangis. Semuanya sedang merendahkan diri untuk bertabarruk (ngalapberkah) mencari syafâ’at dan mencari kesejahteraan hidup. Sebagian ada yang mungkin meminta-minta kepada orang yang telah dikubur ratusan tahun lamanya. Tetapi jika mereka disebut telah beribadah kepada selain Allâh, mereka menolaknya. Mereka menganggap bahwa orang-orang mati itu merupakan wasilah (perantara) menuju Allâh Azza wa Jalla. Seperti alasan orang-orang musyrikin arab dahulu yang disebutkan dalam firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala:

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَىٰ

Orang-orang yang menjadikan selain Allâh sebagai wali (berkata), “Kami tidak menyembah mereka, kecuali hanya untuk mendekatkan diri kami kepada Allâh dengan sedekat-dektanya.[az-Zumar/39:3] Baca lebih lanjut